Minggu, 24 April 2011

MPASI...

Pertumbuhan fisik bayi hingga balita bukan hanya tentang berat badan, tapi juga panjang (di bawah 2 tahun) atau tinggi (di atas 2 tahun) anak.

Sementara sekarang ini terjadi kesalahpahaman tentang pemahaman gizi tumbuh kembang. Bukan lagi tentang malnutrisi (anak dengan tulang berbungkus kulit), tapi epidemi anak nampak berbobot lebih namun pendek.

Panjang atau tinggi badan anak menunjukkan kondisi gizi jangka panjang yang sesungguhnya. Saya banyak melihat anak-anak yang nampak ‘subur’, tapi bila dihitung cermat perbandingan berat badan dan tingginya maka saya bisa membayangkan kengerian di hari depan.

Memang, ras orang tua menentukan tinggi badan seorang anak. Tapi kita mempunyai standar rata-rata (dan deviasi statistik) yang juga perlu jadi acuan.

Ketika bayi lahir, biasanya pada minggu pertama terjadi penyusutan berat hingga 10 persen (karena pengeluaran air, termasuk penguapan – yang di dalam rahim ibu hampir tidak terjadi). Namun minggu ke dua terjadi penambahan berat sebesar 200 gram per minggu.

Dengan kata lain, di usia 6 bulan beratnya 2 x berat badan lahir. Di usia 6-12 bulan, penambahan 150 gram per minggu. Sehingga usia 12 bulan, beratnya 3 x berat badan lahir.

Antara 12-18 bulan, penambahan 100 gram per minggu dan usia 18-24 bulan cukup 50-75 gram per minggu. Lho kok anak tambah usia tapi pertambahan beratnya semakin turun? Perlu jadi perhatian, bahwa anak bukan hanya tumbuh, tapi juga berkembang. Sehingga fokus utamanya bukan lagi perkara lebih besar, tapi juga lebih matang.

Fungsi hati semakin dipertegas, fungsi alat cerna semakin maju, fungsi syaraf luar biasa pesat berkembang. Karenanya istilah growth and development cocok sekali.

Jadi seorang anak yang sempat mengalami kekurangan gizi karena suatu sebab tertentu, tetap bisa dikoreksi dengan kembali menerapkan pola makan sehat. Ketimbang anak gemuk tapi pendek. Anak Indonesia cenderung kelebihan karbohidrat dan lemak, ketimbang protein. Padahal untuk memperbaiki tinggi/panjang badan, protein dan kecukupan mineral adalah kuncinya.

Goldstandard (nilai acuan terbaik) asupan nutrisi bayi (infant) adalah ASI. Jadi, bila bayi masih dalam batas usia pemberian ASI eksklusif (0-6 bulan), buat apa memberi makanan yang lebih rendah dari ASI?*


Mengenai MPASI

MPASI adalah Makanan Pendamping (bukan pengganti) ASI. Semakin dekat dengan bentuk aslinya di alam, tentu semakin baik.

Yang penting untuk diperhatikan dalam MPASI adalah: kebersihan/hygiene, rasa dan ‘aman tidak’nya untuk lambung bayi, cocok/tidaknya derajat kehalusan karena pencernaan bayi masih baru ‘siap-siap’menerima makanan baru selain ASI.

Selain itu yang paling penting kecukupan kandungan gizi yang sesungguhnya menjadi kebutuhan manusia, perhatikan imbangannya (seperti kandungan ‘fitat’ dalam serat tumbuhan bisa menghambat penyerapan zat besi, misalnya. Tapi tidak semua sayur berserat mengandung fitat tinggi! Selada bokor (iceberg lettuce) misalnya tidak mempunyai fitat! Tapi romaine lettuce mempunyai fitat tinggi).

Contoh MPASI pemula (usia 6 bulan): cukup perkenalkan sari buah dan sayur dahulu (cair!). Jangan langsung berbentuk lumat atau padat. Peras jeruk bayi, perasan tomat asli, perasan wortel, jus (asli buat sendiri) bayam/ horenzo – saring ampasnya. Alpukat blender dengan cukup banyak air (jadi tidak terlalu padat) bisa diberikan di akhir bulan ke 6 begitu pula perkenalan protein lain seperti blender kacang merah (masaklah) atau tempe. ASI tetap memainkan porsi penting.

Bulan ke 7-8 bisa mulai dengan kerok pisang atau blender alpukat (dengan air disedikitkan), perkenalkan protein ‘tingkat tinggi’ seperti ayam kampung (dagingnya, bukan cekernya!) ikan (coba sedikit dahulu, seperti daging kakap atau bawal) diblender bersama blender bubur kacang merahnya. Akhir bulan ke 8 bayi sudah mempunyai gigi seri depan dan bawah mulai ‘nongol’. Keinginan menggigit dan ‘gregetan’nya sudah muncul. Stimulasilah dengan makanan. Ajar memegang mangga harum manis atau kiwi manis atau pisang mas untuk digigit pelan-pelan. Blender kasar tidak lagi dibuat bubur, melainkan masukkan mangkuk dan tim. Beras merah organik bisa menjadi tambahan karbohidrat usia tumbuh kembang. Tapi bukan terigu, apalagi gula. Semua sayur, buah dan beras merah tadi sudah cukup gula, karena mereka adalah karbohidrat. Yang penting justru selalu lakukan rotasi (perputaran/giliran), kombinasi, dan variasi.

Rotasi sumber karbohidrat misalnya membuat kita selalu mendapatkan apa yang miskin di satu jenis tapi terdapat banyak di jenis lain (seperti tidak semua selada kaya akan kalsium tapi ada selada tertentu yang punya kalsium lebih banyak).

Variasi nutrisi membuat kita tidak mungkin kelolosan/kekurangan zat nutrien yang dibutuhkan tubuh (bayangkan bila biskuit dan bubur bayi kemasan yang dijadikan andalan MPASI!) –yang ada malah variasi pengawet dan rasa artifisial.

Kombinasi sumber pangan membuat kekayaan lidah bertambah – tim tempe dengan cincang ayam rasanya jauh berbeda dibanding cincang ayam yang sama diolah dengan sup blender labu parang misalnya!

Konsistensi (kekasaran) bentuk makanan bisa secara bertahap berubah dari yang sama sekali cair, lumat, lembek, lunak, hingga agak keras dan akhirnya usia 12 bulan bisa duduk bersama orang tuanya di meja makan. Usia 24 bulan, gigi anak sudah tumbuh komplit, jadi tidak ada alasan sama sekali baginya untuk tetap mengonsumsi makanan lunak apalagi blender, kecuali bila memang ia mempunyai gangguan stimulasi oral tumbuh kembang. Enjoy parenting!*

(oleh Dr. Tan Sot yen, tabloid Nyata edisi Desember 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar